MLM, kenapa tidak?

Saya ga kaget kalau sampe sekarang masih banyak teman saya yang alergi sama yang namanya MLM.Tapi alerginya jangan kelamaan yaaa, jangan kayak saya…

 

Dulu, saya juga sebel sama yang namanya MLM.

Saya ga ngerti kenapa ada orang yang mau mengerjakan bisnis ini.Di mata saya dulu, para pelaku bisnis MLM itu adalah orang2 yang aneh yang suka maksa2 ga jelas gitu… Orang2 putus asa yang ga tau lagi mau ngapain.

 

Sekitar 15 tahun yang lalu, untuk pertama kalinya saya diperkenalkan dengan bisnis MLM. Waktu itu produk yang dijual adalah produk2 kesehatan, suplemen, mie instant sampe perabotan rumah tangga. Saya pernah mencoba mengkonsumsi beberapa produknya, saya akui bagus. Cuman saya ga tahan sama cara calon upline saya memprospek saya. Kesannya maksa dan saya ngerasa ga nyaman.

 

Setalah pengalaman kurang menyenangkan itu, beberapa kali saya diajak untuk bergabung dengan bisnis MLM yang lain, saya langsung bilang ga mau. Terlanjur skeptik soalnya.

 

Empat tahun yang lalu, seorang sahabat juga mengajak saya bergabung dengan sebuah jaringan MLM yang menjual produk2 kesehatan. Upline saya kali ini baik sekali, ga pernah maksa2 dan selalu bicara dengan cara yang lembut. Produk yang dijual juga top markotop, saya cocok sekali. Bahkan sampai saat ini saya masih mengkonsumi beberapa produknya. Tapi hati saya belum tergerak untuk terjun masuk ke bisnisnya.

 

Akhirnya, sekitar 2 tahun belakangan ini, seorang teman blogger saya, Yulia Riani mulai terjun menekuni bisnis MLM bersama dBC dan Oriflame. Awalnya saya hanya menjadi secret readernya saja. Saya sering baca2 tulisannya di blog dan Facebook. Tanpa sadar, saya mulai mengikuti perkembangan dan pertumbuhan bisnisnya, mulai dari awal hingga sukses seperti sekarang. Saya mulai tertarik, mulai penasaran dan mulai percaya kalau tidak semua bisnis MLM itu jelek.

 

Singkat cerita, bulan November yang lalu saya bergabung dengan dBC dan Oriflame. Sejak saat itu secara resmi saya menjadi pelaku bisnis MLM!

 

Mulailah saya belajar membuka mata dan wawasan saya tentang bisnis MLM, khususnya Oriflame. Saya mulai rajin lagi membaca buku2 tentang bisnis, motivasi dan pengembangan diri. Saya berusaha mengosongkan gelas saya sekosong2nya, supaya ilmu2 baru tentang bisnis MLM bisa masuk dan terserap dengan baik.

 

Jujur saja, saat baru memulai, saya sebetulnya ga tau juga mau ngapain. Saya ga bisa dandan, padahal produk yang saya jual nantinya adalah produk2 kecantikan dan kesehatan. Saya ga punya terlalu banyak temen. Teman saya di FB tidak lebih dari 600 orang, padahal saya sudah punya akun di FB selama 20 tahun. Suami saya ga melarang, tapi saat itu beliau juga belum memberikan dukungan penuh. Saya hanya berpikir, kalau saya tidak mencobanya sekarang. bagaimana saya bisa tau apakah saya bisa atau ga?Jadi saya putuskan, let’s give it a try! 

 

Minggu2 awal menjadi saat2 yang ga mudah buat saya. Bukan karena kerjaannya yang susah, tapi karena saya yang belum terbiasa. Belakangan saya baru mengerti, ternyata pendekatan dan strategi yang saya pakai waktu itu belum pas. Pantas saja saya bolak balik ditolak orang. Untungnya saat itu saya ga memutuskan untuk berhenti. Kalau waktu itu saya menyerah, saya ga akan pernah tau seperti apa rasanya menjadi seorang Senior Manager seperti sekarang.

 

Perlahan saya mulai menyukai bisnis jaringan yang saya tekuni ini. Saya mulai menikmati semua prosesnya. Saya juga mensyukuri setiap pencapaian yang berhasil saya buat. Baik itu yang berupa keutungan materil, terlebih hal2 lain yang sifatnya bukan materi. Saya merasa lebih kaya secara bathin. Saya senang karena bisa membantu lebih banyak orang. Dan doktrinasi mengenai bagaimana selalu berpikiran positif membuat saya merasa lebih bahagia.

 

Perjuangan saya masih panjang. Dan pastinya bukan tanpa tantangan. Tapi dengan keyakinan yang saya punya sekarang, saya yakin saya akan sampai di garis finish, dengan bahagia…  

 

The expert on anything was once a beginner….Give it a try, or you’ll never know.

Kisah Sebuah Kepompong

Image

Sarapan pagi yang dikirim eyang Maki pagi ini mengingatkan saya pada sebuah cerita.

Seorang gadis kecil menemukan sebuah kepompong di halaman rumahnya suatu hari. Beberapa waktu lamanya dia memperhatikan kepompong itu hingga suatu pagi ia menemukan sebuah lubang kecil muncul. Ia pun duduk dan mengamati dengan seksama kepompong itu. Seekor calon kupu2 tampak yang sedang berjuang untuk keluar dari cangkangnya melalui lubang kecil itu. Setelah beberapa jam, kepompong itu pun berhenti bergerak. Ia sepertinya sudah mulai kelelahan dan akhirnya menyerah.

Gadis kecil itu merasa iba, ia lalu pergi mengambil sebuah gunting dan memotong sisa cangkang kepompong itu. Dan dengan mudah, seekor calon kupu-kupu merayap keluar dari cangkangnya. Namun gadis itu sedikit terkejut, karena kupu-kupu yang ia lihat mempunya bentuk yang aneh. Tubuhnya gembung dan kecil dengan dua buah sayap yang mengkerut.

Gadis kecil itu terus memperhatikan kupu-kupu itu. Ia berharap suatu saat sayap-sayap itu akan mekar dan menjadi kuat hingga mampu menopang tubuhnya yang mungkin juga akan berkembang seiring berjalannya waktu. Namun itu tak pernah terjadi… Sayap kupu-kupu itu tidak pernah mekar, dan tubuhnya pun tidak pernah berkembang. Ia menghabiskan sepanjang sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuhnya yang gembung dan sayap-sayapnya yang mengkerut. Dia tidak pernah bisa terbang…

Gadis kecil itu tidak mengerti dengan apa yang telah dilakukannya. Ketidak sabarannya menunggu kepompong itu berjuang keluar dari cangkangnya, ternyata justru membuat kupu-kupu itu menjadi menderita sepanjang hidupnya.  Dia tidak pernah berpikir bahwa saat seekor bakal kupu-kupu berjuang untuk melewati lubang kecil di kepompongnya adalah sebuah cara alami untuk memaksa cairan yang ada di tubuhnya untuk mengalir masuk ke dalam sayap-sayapnya, sehingga sayap itu bisa berkembang dan menjadi kuat. Dan saat dia keluar dari cangkangnya, seekor kupu2 akan siap untuk terbang…

Sebagai seorang Ibu, kadang saya dihadapkan pada situasi di mana saya harus menyaksikan anak2 yang saya kasihi berjuang untuk menjadi manusia yang lebih mandiri. Membiarkan mereka dibentuk melalui proses tumbuh kembang yang semestinya. Tidak jarang, muncul rasa iba di dalam hati yang mendorong saya untuk justru mengganggu proses pertumbuhan mereka.

Dalam bisnis yang saya jalani bersama teman2 saya di Oriflame, kadang saya juga dihadapkan pada situasi yang hampir sama. Sebagai seorang upline, saya kadang juga harus bersikap layaknya seorang ibu. Yang mengasihi, mengayomi, menuntun, memberi dukungan dan mengajari banyak hal kepada down line2 nya. Sama seperti halnya anak, down line punya karakter yang berbeda2. Ada yang manut, ada yang harus disenggol 7x baru mau bergerak. Ada yang pendiam, ada suka banyak bertanya. Ada yang takut2, ada yang maunya serba ngebut. Buat saya, mereka semuanya istimewa. Dan saya ingin yang terbaik untuk mereka. Walaupun itu juga artinya kadang saya perlu membiarkan mereka belajar mandiri. Mencari jawaban atas banyak pertanyaan dengan mengeksplore member area-nya sendiri. Belajar mencari solusi masalah dengan submit eticket sendiri. Belajar sabar kalau ada order yang telat, dan lain-lain. Kenapa? Karena itu adalah bagian dari proses yang harus dilalui untuk akhirnya bisa muncul sebagai pemenang. Laksana kupu2 yang siap terbang dengan kedua sayapnya yang kuat dan cantik…

Jadi keluargaku tersayang, mari kita sama2 menikmati proses perjuangan kita bersama yaa… Jangan pernah berhenti atau menyerah. Tetap fokus pada apa yang menjadi tujuan kita, membahagiakan orang2 yang tercinta.

Tuhan memberkati.

My FAQ

Banyak temen yang nanya sama saya (5 orang buat saya sdh masuk kategori banyak yaa… hehehe… ), kok bisa sih, dalam 2 bulan sudah jadi Manager?

Puji Tuhan…, ternyata bisa yaa… Saya sendiri juga takjub 😀

Waktu awal bergabung, saya ga ngerti apa2. Waktu dikenalkan dengan Sukses Plannya, perut saya langsung mules. Apa bisa saya jualan segitu banyak ya? Jangan2 saya hanya akan jalan di tempat di tangga bawah selama nafas di kandung badan. Dan jerawat saya langsung minta ijin keluar satu persatu…

Terus kalau ga ngerti apa2, kenapa mau ikutan bergabung? Mungkin sama dengan waktu saya milih jurusan akuntansi saat kuliah dulu. Prediksi akan adanya peluang yang baik dan perasaan ingin mencoba berkolaborasi jadi satu…

Jadilah November 2013 yang lalu, saya pun said yes to the dress. Dress nya di sini adalah upline saya yang baik hati, Yulia Riani yang sudah 3 tahun lebih dulu menemukan obat anti alergi MLM nya. Kalau saya masih bisa belajar nyetir di usia hampir 30, mestinya otak saya masih sanggup diminta untuk belajar bisnis MLM di usianya yang 40++.

Minggu pertama adalah yang terlucu. Saya begitu bersemangat, sekaligus ga ngerti harus mulai belajar dari mana dulu. Pelajaran2 baru yang ada di depan muka saya bener2 seperti sajian buffet di atas meja sepanjang 7 meter. Rasanya seperti ingin mencicipi semuanya… Tapi menghabiskan seluruh sajian buffet itu pasti makan waktu yang ga sedikit. Untuk mempersingkat waktu saya memutuskan untuk langsung mempraktekan saja ilmu yang baru saja saya kenal itu, persis seperti yang diajarkan upline saya. Hasilnya? Minggu pertama saya menjadi minggu yang penuh dengan penolakan. Belum pernah dalam seumur hidup saya, mengalami begitu banyak penolakan hanya dalam beberapa hari saja… Tapi saya tidak berhenti 😉

Kalau ada orang lain yang bisa, tapi saya ga bisa, berarti ada yang salah dengan jurus yang saya pakai. Artinya saya harus belajar lagi…

Minggu berikutnya lebih baik, saya mulai bisa menemukan cara yang nyaman untuk berjualan. Saya belajar memanfaatkan semua materi permodulan dan marketing tools yang tersedia, persis seperti yang diajarkan upline saya. FB, BB, WA, blog, semua dikerahkan untuk membantu saya menjalankan bisnis Oriflame saya.

Dan perubahan pun mulai terjadi… Mulai ada order yang datang dari teman2 dan tetangga, mulai ada kenalan2 yang mengirim pesan melalui FB dan BBM, bertanya tentang bisnis saya. Satu prinsip yg ditanamkan upline saya terbukti khasiatnya: “manut, rejeki katut”. Kenapa saya mau manut sama upline saya? Karena saya yakin dia tidak ada menjerumuskan saya dalam dunia kenistaan 😉

Bulan pertama bergabung, saya berhasil melompati 2 level. Saya juga takjub. Hebat yaa…Ternyata menjalankan bisnis ini tidak sesulit yang saya pikirkan. Bukan berarti saya tidak menemui tantangan dan godaan, hanya saja sekarang saya sudah lebih terampil menghadapinya. Dan kalau semua dikerjakan dengan hati gembira, hasilnya memang jauh berbeda.

Bulan berikutnya, saya kembali lompat 2 level. Jadi Manager 12%, dan bulan ketiga naik lagi jadi Manager 15%. Apa itu artinya Manager 12% dan 15%? Ceritanya agak panjang, nanti kalau Anda bergabung pasti akan mengerti dengan sendirinya.

Perjalanan saya untuk sampai ke puncak memang masih cukup jauh dan berliku. Dan saya perlu belajar untuk selalu menikmati semua prosesnya. Melakukan semuanya dengan gembira. Karena saya percaya, ada sesuatu yang menyenangkan menunggu saya di sana…

Sing tekun mesti tekan. Sing telaten mesti panen…

Selamat malam. Jangan lupa bahagia…

February 4, 2014 at 11:09pm

spend less vs. earn more

Saya bukan seorang multi milyoner. Setidaknya belum. Tapi saya banyak sekali ‘maunya’. Jadi gimana dooonnnggg?

 

Ya jelas saya harus berhemat! Bijaksana mengelola pemasukan, cerdas dalam mengatur pengeluaran.

 

Saya suka belanja di pasar tradisional karena bisa nawar. Dan kalau sudah langganan, kadang suka dikasih bonus  Beli cabe 2000 dapet 5 biji, terus dikasih tambahnya 2 biji. Ga mungkin kejadian kalau belanja di supermarket.

 

Saya masak dan nyuci pakaian sendiri. Masak dan membawa bekal makanan dari rumah  disamping lebih murah, juga lebih sehat. Pakaian2 yang sensitif yang biasanya dimasukin ke laundry, saya cuci pake tangan. Supaya tangannya ga panas kena detergen, nyucinya pake sabun mandi sisa2 yang udah kecil.

 

Saya selalu usahakan agar anak2 cukup makan dan olah raga, biar mereka sehat dan ga gampang sakit. Karena kalau sampe sakit dan harus ke dokter, ngantrinya panjang dan bayarnya mahaaalll….

 

Kalau sampai anak2 sakit, saya usahakan untuk kasih obat2 alami dulu, kalau terpaksa baru dibawa ke dokter. Kalau batuk pilek, kasih susu anget dan minum nutrishake. Balurin dada, punggung, leher dan telapak kakinya pake vicks. Kalau batuknya agak parah, kasih nanas dan perasan jeruk nipis + kecap. Kalau pas mau musim hujan dan perubahan cuacanya drastis, kasih suplemen madu + minyak zaitun dan black seed oil.

 

Kalau makan di restoran, teliti dalam memilih menu. Jangan semua dipesen, terus akhirnya ga kemakan. Kalau pun ada makanan yang tersisa, saya ga sungkan untuk minta dibungkus dan dibawa pulang.

 

Kalau belanja di supermarket, saya suka bawa kalkulator kecil. Kadang harga susu yng 400 gram jauh lebih muranh dari pada kalau kita beli 2 x 200 gram…

 

Saat mau bayar belanjaan di kasir, saya selalu tanya, sedang ada promo apa hari itu. Apakah ada potongan/cash back kalau bayar dengan metode tertentu? Atau bisa redeem poin kalau bayar pake kartu kredit tertentu? Kalau mau beli barang2 yang spesifik, sehari sebelumnya cari referensi harga di internet.

 

Saya lebih suka berkomunikasi via bbm atau whatsapp dari pada sms atau telpon. Jauh lebih murah…

 

Di daerah Tanjung Priuk, Jakarta Utara ada tempat belanja yang namanya Pasar Uler. Kalau kita telaten dan teliti, bisa dapet barang2 bagus dengan harga sangat murah.

 

Anak anak saya biasakan untuk selalu membawa botol minuman mereka kemana2. Termasuk kalau kami makan di restoran. Ada restoran2 tertentu yang mengijinkan anak2 membawa minuman mereka sendiri, jadi anak2 tidak perlu pesan minuman lagi. Karena tokh anak2 saya hanya bisa minum air putih sesudah makan.

 

Saya juga mencoba berhemat dengan melakukan belanja online. Hemat waktu karena ga harus keluar rumah. Hemat bensin dan parkir juga. Parkir di Jakarta kan mahaaallll sekali. Bayangkan kalau saya harus ke Plaza Senayan untuk beli bedak dan lipstik. Perjalanan pulang pergi dari rumah ke Senayan makan waktu 1-2 jam. Bensinnya 5 litter. Parkirnya per jam 4.000. Empat jam sudah 16.000. Belum jajannya… Bisa jadi mahalan ongkosnya dari pada belanjanya. Sementara kalau saya order ke Oriflame, saya tinggal duduk manis di depan komputer. Klik klik klak klik. Dua hari kemudian barang dianter ke rumah.

 

Acara2 penting dalam keluarga, seperti perjalanan liburan, mudik dan syukuran selalu saya siapkan jauh2 hari sebelumnya. Dengan begitu saya punya cukup kesempatan untuk mencari harga2 dan alternatif yang paling ekonomis. Saya bisa menghemat dengan memanfaatkan berbagai tawaran promo seperti early birds, buy one get one, cash back atau potongan harga untuk pembelian pada periode tertentu.

 

Kadang kala barang consumable yang harganya berkesan mahal, ternyata malah jatuhnya  lebih murah karena awet. Misalnya pasta gigi anak Oriflame yang saya pakai. Satu tube bisa dipake sama 2 anak untuk 1 bulan.

 

Dan masih banyak lagi….

Berhemat itu baik kaannnn…
Sayangnya, kadang berhemat saja ga cukup.

Biaya sekolah tiap tahun naik. BBM juga. Listrik juga. PDAM juga. Tiket pesawat juga  Ga ada yang turun selain hujan.
Dan kenaikannya ga berbanding lurus dengan penghematan yang sudah kita lakukan. Sudah diirit2, tagihan listrik tetep aja mahal. Sudah rajin belajar dan mengerjakan PR, uang sekolah tetep aja naik. Sudah mentaati peraturan lalu lintas, harga bensin tetep aja ga pernah ada diskon.

 

Terpaksa deh kita dihadapkan sama dua pilihan. Mengurangi pengeluaran, atau menambah pemasukan. Saya memilih menambah pemasukan.

 

Gimana caranya?
Bekerja!
Karena manusia memang harus bekerja. Dan saya memilih untuk bekerja sekarang, selagi saya masih bisa. Karena ga selamanya manusia bisa bekerja. 

 

Kerja apa?
Saya milih kerjaan yang bisa saya lakukan di rumah. Yang waktunya fleksibel. Yang boss nya ga suka marah2. Yang gajinya bisa buat nabung untuk kuliahnya anak2 nanti…

 

Dan ternyata, pekerjaan yang saya cari2 itu adaaa…
Sudah lama saya punya cita-cita pengen punya online store…

 

Dengan bergabung sama dBC, saya ga perlu lagi repot-repot bikin online store. ‘Toko’,  fasilitas dan tools jualan yang saya perlukan sudah tersedia semua. Saya juga ga harus kuliah marketing dulu, karena banyak materi dan ilmu2 marketing yang diajarkan gratis di dBC. Saya juga ga perlu mengajukan kredit usaha ke bank, karena modal untuk jualan Oriflame juga relatif kecil. Dan kalau saya tekun dan konsisten, saya bisa punya penghasilan cukup buat pensiun.

 

Tinggal mau aja. Karena peluangnya ada…

 

Jadi begitulah…
Hidup memang selalu dipenuhi dengan pilihan.
Dan dalam Nama Yesus, kali ini juga saya yakin dengan pilihan saya…

 

November 30, 2013 at 12:30am